NASKAH MONOLOG TEATER "PILIHAN PERAN UNTUK PRIA"
NASKAH MONOLOG TEATER "PILIHAN PERAN UNTUK PRIA"
PILIHAN PERAN UNTUK PRIA.
CUPLIKAN DIALOG NASKAH “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM”
KARYA : PUTU WIJAYA.
PERAN/TOKOH/KARAKTER : NGURAH dan WAYAN
1.
NGURAH
Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang
lain omong kosong semua!
(GUSTI BIANG TERBELALAK DAN MENDEKAT)
Tiyang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu. Tapi karena ibu menolaknya karena sola kasta, alasan yang tidak sesuai lagi. Tiyang akan menerima akibatnya
(GUSTI BIANG MENANGIS, NGURAH BERGULAT DENGAN BATINNYA)
Tiyang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal kebangsawanan jangan di besar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu ...
2.
WAYAN
Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu.
(KEPADA NGURAH)
Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia ... sampai ... Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati.
(NGURAH TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI IBUNYA YANG MULAI MENANGIS)
Dia pura-pura saja tidak tahu siapa laki-laki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil, sampai tua bangka ini. Hanya kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan dia menolakku, lalu dia kawin dengan bangsawan, penghianat itu, semata-mata hanya soal kasta. Meninggalkan tiyang yang tetap mengharapkannya. Tiyang bisa ditinggalkannya, sedangkan cinta itu semakin mendalam.
PILIHAN PERAN UNTUK WANITA.
CUPLIKAN DIALOG NASKAH “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM”
KARYA PUTU WIJAYA.
PERAN/TOKOH/KARAKTER : GUSTI BIANG
GUSTI BIANG
Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia dengan Sagung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua seperti itu. Apapun yang terjadi dia harus terus menghargai
martabat yang diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martabat ini. Oh, aku akan malu sekali, kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri daripada menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sagung Rai? Apa nanti kata keluarganya kepadaku? Tidak, tidak!
(WANITA ITU MENJERIT DAN MENDEKATI WAYAN DENGAN BERINGAS)
Kau, kau biang keladi semua ini. Kau yang menghasut supaya mereka bertunangan. Kau sakit gede!
PILIHAN PERAN UNTUK PRIA.
CUPLIKAN DIALOG NASKAH “PAKAIAN DAN KEPALSUAN”
Saduran: Achdiat K. Mihardja.
Dari The Man with The Green Necktie
KARYA: Averchenko
PERAN/TOKOH/KARAKTER :
MAS ABU, SAMSU, SUMANTRI, dan HAMID.
1.
MAS ABU
Ya, sesudah seluruh kampong pada lari ketakutan, maka…..sungguh mati saudara, bukan sombong, yang berani tinggal aku sendiri. Kemudian baru lima orang pemuda yang berani juga ikut dengan aku. Mereka punya karabin masing-masing, sedang aku sendiri Cuma punya satu colt dan tiga buah granat tangan. Yang kuning itu, saudara-saudara tahu, yang seperti nanas kecil bentuknya. Nah dengan kelima pemuda itu, aku cegat musuh di atas lembah yang sempit. Saudara tentu mengerti, betapa berdebar-debarnya hati kami, ketika menunggu musuh itu. Bukan karena takut. Sungguh mati saudara-saudara, bukan! Karena perasaan takut itu sudah lama aku coret dari kamusku. Malah sebaliknya, bukan perasaan takut, melainkan ada perasaan senang, seperti kalau kita sedang menunggu…..ya begitulah kira-kira, bukan sombong, tapi begitulah kira-kira. (TERTAWA) Memang, kalau kita sudah sering bertempur, musuh itu seolah mempunyai daya penarik yang boleh diperumpamakan dengan daya penarik seorang kekasih. Kita cari mereka, seperti orang yang rindu cari jantung hatinya. Sungguh mati saudara-saudara, bukan sombong, tapi perasaan rindu semacam itu ada padaku ketika itu…
2.
SAMSU
Memang. Tetapi ketika ada clash, saya beranggapan, bahwa saya akan lebih berjasa untuk Nusa dan Bangsa, kalau ikut bertempu memimpin satu pasukan daripada mencari ban mobil atau mesin tulis dan kertas karbon. Dan pertempuran-pertempuran macam yang diceritakan Mas Abu itu, di daerahku sendiri hamper tiap hari terjadi. Satu kali saya masih ingat ketika itu hari jum’at, yaitu ketika orang-orang dari kampong kami baru pulang dari mesjid, tiba-tiba diserang oleh pesawat pemburu yang sambil melyang-layang sangat rendah sambil memuntahkan peluru mitralyurnya, sehingga banyak sekali penduduk yang tidak berdosa mati konyol. Melihat keganasan musuh itu, maka aku tak tahan lagi. Kupasanga mitralyurku, dan ketika pesawat itu rendah sekali terbangnya sambil menyirami tempatku dengan peluru, maka kubalas dengan semprotan dari mitralyurku yang semuanya kena sasaran, sehingga pesawat itu segera lari kea rah utara sambil menggeleong-geleong miring ke kiri miring ke kanan dan mengeluarkan asap dari ekornya. Terbakar ia lalu jatuh entah dimana. Coba saudara-saudara bayangkanlah betapa keadaan jiwaku, ketika aku menghadapi semprotan peluru yang mendesing-desing begitu deras sekitar kedua belah telingaku. Takut? Sama sekali tidak. Seperti Mas Abu, aku pun sudah mencoret perkataan takut itu dari kamusku.
3.
SUMANTRI
Saya piker, memang untuk orang-orang yang sudah biasa menghadapi bahaya maut, perkataan takut ini sudah tidak ada lagi, untuk saya pun perasaan begitu, sudah hapus.
(HAMID DAN RUSMAN BERBISIK-BISIK LAGI).
Semua pengalaman saudara-saudara itu sungguh seram. Tapi saya rasa lebih seram lagi apa yang pernah kualami sendiri. Barangkali saudara-saudara belum mengetahui, bahwa disamping memimpin partai aku selama revolusi itu bekerja sebagai seorang penyelidik. Memang sebagai seorang politikus, kita harus pandai pula menjalankan pekerjaan penyelidik, karena sebagai politikus kita dengan sendirinya banyak musuh-musuh yang mau menjatuhkan kita karena politik memang semata-mata perebutan kekuasaan.
(HAMID DAN RUSMAN BERBISIK-BISIK LAGI).
Kalau tidak awas-awas dan hati-hati, kita mudah terjebak. Itulah maka seorang politikus harus pandai pula menyelidik. Tapi saudara-saudara tahu, apa syarat-syarat yang mutlak untuk menjadi seorang penyelidik? Kesatu, otak kita harus tajam seperti pisau cukur. Kedua, kita harus berani mati seperti orang yang gantung diri. Kalau kita bodoh dan penakut, jangan coba-coba kita mau menjadi penyelidik. Kedua syarat itu berlaku juga sepenuhnya untuk kaum politik. Orang yang bodoh dan penakut tak usah ikut-ikut main politik.
(HAMID DAN RUSMAN BERBISIK-BISIK LAGI).
Nah, pada suatu malam saudara-saudara, yaitu akibat penghianatan seseorang kaum penyelidik yang tidak tahan uji ketika dia ditangkap dan disiksa oleh musuh, maka rumahku tiba-tiba digerebeg dan aku tidak bias meloloskan diri, lalu aku diangkut ke markas musuh.
4.
HAMID
Uch! Sama tololnya cerita saudara itu denga cerita Kiayi tadi. Panjangnya pun sama. Cuma dua kalimat, tapi membosankan, uch! Bukan main! Siapa yang tak jemu mendengarnya. (PADA SUMANTRI) Saya sungguh tak mengerti, kenapa istri saudara yang begitu manis itu saudara biarkan saja dibikin jemu dengan dongeng-dongeng macam yang baru kita dengan dari mulut kedua orang itu. Padahal sauadara-saudara sebagai seorang penjual obat yang suka melindungi orang-orang lain dari bahaya penyakit, tentu pertama-tama akan ingat kepada istri saudara sendiri, supaya ia terlindungi dari suatu penyakit yang amat berbahaya seperti penyakit jemu itu. Saudara toh betul penjual obat bukan? (SUMANTRI HANYA MENGANGGUK DENGAN SENYUM LUNAK) (HAMID BERSERU GEMBIRA) Aha, saudara lebih mudah dari kawan-kawan saudara yang lain. Saudara tidak membantah dahulu. Memang saudara takan berani membantah karena sifat pekerjaan saudara tidak mengijinkan, pekerjaan saudara ialag berhadapan dengan public saudara. Publik saudara yang harus saudara pikat hatinya supaya mau mebeli obat-obatan saudara, jadi membantah hanya akan diketawakan publik saja. Dan diketawakan public tidak enak bukan? Malah minggu yang lalu ada seorang tetanggaku yang pada pagi buta terdapat sudah berayun-ayun pada sebatang pohon di kebunnya. Ia ternyata sudah memilih mati daripada hidup ditertawakan publik. Bagaimana sikap saudara? Apa yang lebih baik bagi saudara! Mati atau ditertawakan orang?
PILIHAN PERAN UNTUK WANITA.
CUPLIKAN DIALOG NASKAH “PAKAIAN DAN KEPALSUAN”
KARYA: ACHDIAT K. MIHARJA
PERAN/TOKOH/KARAKTER : RATNA.
RATNA
(MEMBACA KERAS) Saudara-saudara, dengan hati yang cukup puas saya telah berhasil membuka kedok yang selama ini menutupi pribadi saudara masing-masing. Sekarang saudara-saudara melihat di muka kaca cermin. Cermin takan member bayangan yang palsu lagi kepada saudara-saudara. Jelas akan kelihatan, bahwa yang satu adalah seorang pander, yang kedua seorang totol, yang ketiga seorang pengecut dan yang keempat seorang wanita yang gagah berani. Sedangkan saya sendiri adalah seorang badut yang suka membuka kedok orang-orang dengan sebuah pistol kosong tanpa peluru.
(LANTANG DENGAN SENYUM MENGEJEK) Silahkan tuan-tuan kejar orang-orang itu. Pintu sudah terbuka lebar-lebar untuk tuan-tuan. Dan lampu-lampu di jalan cukup terang. Ingin ku lihat kepengecutan dan kepalsuan mengejar kejujuran.
Download Contoh Dokumen
Posting Komentar untuk "NASKAH MONOLOG TEATER "PILIHAN PERAN UNTUK PRIA""